-->

Prinsip dasar mengenai wilayah kekuasaan negara | Prinsip Dasar Tentang Pemerintahan di Minangkabau

Sejarah Minangkabau

Alam

Prinsip dasar mengenai wilayah kekuasaan negara

Wilayah negara yang berada di bawah kekuasaan Minangkabau, pada waktu jayanya kira-kira pada abad ke-15 hampir mencakup seluruh wilayah Sumatera Tengah hingga dengan setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945. Wilayah tersebut jauh lebih luas dibandingkan dengan wilayah pada zaman pemerintahan Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatih Nan Sabatang. Namun secara pasti tidak bisa ditentukan kapan terjadinya peluasan daerah tersebut, karena tidak ada yang bisa menjelaskan secara pasti. Namun dalam fatwa adat disebutkan sebagai berikut :
Di mano asa api palito - di baliak pandan nan baduri
Di mano asa niniak mamak kito - iyo di lereng Gunuang Merapi
Di Sinan langgundi nan baselo - di sinanlah banto nan barayun
Di Sinan tambilang mulo diantak-an
Basuo aka tigo jurai - Sajurai ka Luhak Tanah Dara
Sajurai ka Luhak Agam - Sajurai ka Luhak Limo Puluah Koto.

Kalau fatwa adat ini dicermati, akan terlihat bahwa perkembangan wilayah Minang kabau itu diawali dari lereng Merapi. Baru kemudian pada tahap pertama, berkembang ke daerah yang sekarang bernama Luhak Tanah Datar. Kemudian, melebar ke barat mendiami daerah yang makin lama makin luas, yang di sebut dengan Luhak Agam dan dari sini berkembang ke arah utara yang disebut dengan Luhak Limo Puluah Koto. Bersamaan dengan yang terakhir ini, sebagian ada yang melompat ke daerah Riau sekarang. 

Nenek moyang kita memandang dan merasakan akan arti serta manfaat benda-benda alam yang berada do dalam ataupun di sekitar daerah pemukiman pada saat itu, misalnya gunung-gunung yang tinggi, sungai-sungai, danau-danau bahkan tumbuh-tumbuhan yang menyolok dan mudah dikenali. 

Dari benda-benda alam tersebutlah  dijadikan patokan dalam menentukan pusat-pusat pemukiman, perkembangan, dan pertumbuhan penduduk, dan juga dalam menentukan batas-batas wilayah. 

Di dalam Tambo dikatakan sebagai berikut :
Nan salilik Gunuang Merapi (Yang membelit gunung Merapi)
Salingka Gunuang Singgalang (Selingkar Gunung Singgalang)
Nan saedaran Gunuang Sago (yang seedaran Gunung Sago)
Kaampek Gunuang Pasaman (Keempat Gunung Pasaman)
Kalimo jo Gunuang Talang (Kelima dengan Gunung Talang)
Sailiran Batang Bangkaweh (sealiran Batang Bangkaweh)
Lalu ka Tiku Pariaman (lewat ke Tiku Pariaman)
Lantak sapadan Rajo Mudo (pancangan batas raja muda)
Sampai Sikilang Aie Bangih (sampai Sikilang Air Bangis)
Hinggo Riak nan badabua (hingga riak yang terhempas)
Dari Tanjuang Simalidu (dari Tanjung Simalindu)
Ka Taratak Aia Itam (ke Taratak Air Hitam)
Ka Sialang balantak basi (ke Sialang berpancang besi
Hinggo Durian ditakuak rajo (hingga durian ditusuk Raja)
Dari Sipisak-pisau anyuik (dari Sipisak pisau hanyut)
Ka Sirangkak nan Badangkang (ke Sirangkak yang menderu)
Inggo buayo putiah daguak (hingga buaya putih daguak)
Sailiran Kampa Kiri Kampa Kanan (sealiran Kampar Kiri - kampar Kanan)
Lalu ka Siak Indragiri (lalu ke Siak Indragiri)
Nagari Sambilan di Malaysia (Negeri Sembilan Malaysia)
Sapiah balahan Minangkabau (bagian belahan Minangkabau)

Tanjuang Simalidu, Sialang Balantak Basi, dan Durian Ditakuak Rajo merupakan batas sebelah tenggara yang sekarang termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), dahulu disebut sebagai Rantau Sihuntue dan Rantau Kuantan yang biasa disebutu Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah. Taratak Aie Itam adalah satu nagari yang terletak di dekat Kota Rengat sekarang, Sialang Balantak Basi berada dekat Kota Bangkinang dan Tanjuang Simalidu berada dekat Kota Muaro Tebo. Sipisak-pisau Anyuik, Sirangkak Nan Badangkang, dan Buayo Putiah Daguak adalah batas-batas sebelah barat daya melintasi puncak Bukit Barisan menuju pantai barat, yang sekarang termasuk dalam provinsi Bengkulu. Menurut cerita orang-orang terdahulu, yang disebut Buayo Putiah Daguak itu adalah sebutan kiasan untuk daerah Bengkulu Utara batas selatan wilayah Minangkabau karena daerah karena daerah tersebut dahulu merupakan Jajahan Portugis.

Di dalam Tambo juga diuraikan beberapa daerah yang merupakan belah dari Minangkabau dengan kondisi dan model zaman itu, bukan merupakan jajahan akan tetapi disebut Rantau Jauh, seperti Kampar Kiri, Kampar Kanan, Siak, Indragiri, dan Negeri Sembilan di Malaysia disebutkan sebagai belahan dari Minangkabau. 

Prinsip Dasar Tentang Pemerintahan di Minangkabau

Dalam hal menyusun roda pemerintahan sebagai pemegang kekuasaan dalam melaksanakan politik, adat Minangkabau menentukan adanya hirarki, jenjang kekuasaan dari bawah ke atas begitu juga sebaliknya, serta pembagian kekuasaan dalam tiga bidang. Berikut ini fatwa adat yang menyatakan bahwa :
Mencampak sampai ka ulu - Kanailah pantau dek manjalo.
Membuang sampai kehulu - Kenalah ikan oleh jala.
Luhak dibari bapangulu - Rantau dibari barajo.
Lubuk diberi penghulu - Rantau diberi raja
Nagari bapangulu - Negeri berpenghulu.
Kampuang ado Tuannyo - Kampung ada tuannya.
Rumah dibari batungganai- Rumah diberi tiang
Bajanjang naiak - batanggo turun - Berjenjang naik - Bertangga Turun.
Naik dari janjang nan di bawah - Turun dari tanggo nan diateh
Naik dari jenjang dari bawah - Turun dari tangga dari atas.
Tungku tigo sajarangan - tali nan tigo sapilinan.
Tungku tiga dari satu tempat - Talian tiga satu ikat.

Hirarki pemerintah sudah diatur sejak pemerintahan suku, kampung, dan nagari. Kemudian, berkembang menjadi pemerintahan tingkat luhak dan rantau. Ketiga luhak itu juga memiliki daerah rantau dan kesemuanya itulah yang disebut dengan Minangkabau. Tiap nagari sampai tingkat luhak diperintah (dikepalai) oleh seorang Penghulu, sedangkan rantau diperintah oleh raja. Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintahan dalam nagari berbentuk presedium yang anggotanya terdiri dari para kepala suku yang ada, sedang di perantauan dipegang oleh seorang raja. Mungkin pada waktu itu kehidupan di perantauan tidak jauh berbeda dengan kehidupan perantau sekarang, membuka pemukiman baru atau pindah ke daerah yang sudah ada penduduk. Yang berbeda mungkin hanya jumlah penduduk asli yang ditemui. Ada kalanya daerah baru itu masih kosong atau daerah tersebut penduduknya masih sedikit. Setelah berkembang biak di tempat yang baru, maka warga masyarakat perantau yang terdiri dari beberapa suku itu memilih seorang yang dituakan untuk memimpin, yang mereka panggil dengan sebutan rajo. Dalam pemilihan dan pengangkatan rajo pada waktu itu sudah dilaksanakan secara demokratis, bukan raja yang turun temurun sebagaimana biasanya sebuah kerajaan yang bersifat absolut. Maka dari itu, para ahli mengatakan bahwa Raja di Minangkabau itu adalah raja yang tidak punya kerajaan yang didukung oleh fatwa adatnya nan rajo kato mupakaik nan bana kato saio.

Tungku nan Tigo sajarangan, maksudnya di setiap tingkat itu diadakan pemisahan kekuasaan dengan tiga pejabat yang mengurus tiga bidang yang berbeda; Penghulu di bidang Adat, Ulama di bidang Agama, dan Cadiak Pandai atau Cendekiawan di bidang Undang-undang.

Tali nan tigo sapilinan maksudnya adalah tiga perangkat lunak dalam menjalankan pemerintahan, yaitu : Hukum Adat, Hukum Agama, dan Hukum Publik.

Demikian uraian tentang Alam yang menjadi Wilayah Kekuasaan Minangkabau dan Bagaimana Pemerintahan Di Minangkabau. Dan Selanjutkanya uraian mengenai zaman Prasejarah khususnya untuk Nenek Moyang orang Minang Kabau.

Copyright © Kota Minang Kabau. All rights reserved.